KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الََّرحْمَنِ
الَّرحِيْمِ
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan
kehadirat Illahi Rabbi yang senantiasa melimpahkan rahmat serta taufik-Nya.
Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW yang menjadi suri tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pada kesempatan ini penulis akan membuat suatu makalah yang berjudul “ MENUJU KELUARGA SAMARA”. Adapun pembuatan makalah kecil ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester (UAS) pada AKBID UNISKA KENDAL.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik ilmu pengetahuan maupun ketentuan-ketentuan dalam pembuatannya. Semua ini masih jauh dari sempurna dan kebenarannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Terima kasih
Pada kesempatan ini penulis akan membuat suatu makalah yang berjudul “ MENUJU KELUARGA SAMARA”. Adapun pembuatan makalah kecil ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester (UAS) pada AKBID UNISKA KENDAL.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik ilmu pengetahuan maupun ketentuan-ketentuan dalam pembuatannya. Semua ini masih jauh dari sempurna dan kebenarannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Terima kasih
Kendal, Oktober 2011
Penulis:
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………....... 1
DAFTAR ISI …..…………………………………………....................... 2
BAB I PEMBUKAAN
Pendahuluan…..……............……...........……………..……....………..... 3
BAB II PEMBAHASAN
1. Nas-nas Alquran dan Hadits................................................................... 4
2. Kisah Keteladanan Rasulullah dalam Membina Rumah Tangga………7
3. Tips Membina Rumah Tangga Sakinah Mawadah Warahmah ………11
4. Peran Suami dan Isteri dalam Rumah Tangga ……….……..................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .…………………….................…..………………………… 14
Daftar Pustaka
BAB I
PEMBUKAAN
PEMBUKAAN
PENDAHULUAN
Membangun sebuah keluarga
sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam
tanpa masalah. Namun lebih kepada ada keterampilan untuk manajemen konflik.
Kehidupan rumah tangga adalah dalam konteks menegakkan syariat Islam, menuju ridho Allah Swt. Suami dan istri harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah [9]: 71).
Menurut pendapat Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah, sedikit sekali rumah tangga yang selamat dari lilitan perselisihan di antara anggotanya khususnya di antara suami istri. Karena yang namanya berumah tangga membangun hidup berkeluarga dalam perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar, sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang muncul ini dapat memicu perselisihan dalam rumah tangga yang bisa jadi berujung dengan pertengkaran kemarahan dan keributan yang tiada bertepi atau berakhir, dengan damai saling mengerti dan saling memaafkan.
Kehidupan rumah tangga adalah dalam konteks menegakkan syariat Islam, menuju ridho Allah Swt. Suami dan istri harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah [9]: 71).
Menurut pendapat Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah, sedikit sekali rumah tangga yang selamat dari lilitan perselisihan di antara anggotanya khususnya di antara suami istri. Karena yang namanya berumah tangga membangun hidup berkeluarga dalam perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar, sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang muncul ini dapat memicu perselisihan dalam rumah tangga yang bisa jadi berujung dengan pertengkaran kemarahan dan keributan yang tiada bertepi atau berakhir, dengan damai saling mengerti dan saling memaafkan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
I. Nas-nas Alquran dan Hadits:
1.
Allah Taala berfirman, yang bermaksud:
"Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara sebaik-baiknya." (An Nisa 19)
"Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara sebaik-baiknya." (An Nisa 19)
2.
Dan Allah berfirman lagi:
'Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya." (Al Baqarah : 228)
'Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya." (Al Baqarah : 228)
3.
Diceritakan dari Nabi SAW bahwa baginda bersabda pada waktu haji widak
(perpisahan) setelah baginda memuji Allah dan menyanjung-Nya serta menasehati
para hadirin yang maksudnya:
'Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku untuk berbuat baik kepada para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dapat diumpamakan kawanmu yang berada di sampingmu, kamu tidak dapat memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yang keji yang jelas (membangkang atau tidak taat) maka tinggalkanlah mereka sandirian di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Kalau isteri isteri itu taat kepadamu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka.
Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu dan sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dirimu. Kemudian kewajiban isteri isteri terhadap dirimu ialah mereka tidak boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dengan baik dalam soal pakaian dan makanan mereka.
(Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
'Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku untuk berbuat baik kepada para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dapat diumpamakan kawanmu yang berada di sampingmu, kamu tidak dapat memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yang keji yang jelas (membangkang atau tidak taat) maka tinggalkanlah mereka sandirian di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Kalau isteri isteri itu taat kepadamu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka.
Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu dan sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dirimu. Kemudian kewajiban isteri isteri terhadap dirimu ialah mereka tidak boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dengan baik dalam soal pakaian dan makanan mereka.
(Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
- Rasulullah SAW bersabda yang
bermaksud:
"Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan dan memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian dan tidak boleh memukul mukanya dan tidak boleh memperolokkan dia dan juga tidak boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang)." (Riwayat Abu Daud) - Nabi SAW bersabda yang
bermaksud:
"Siapa saja seorang laki-laki yang menikahi perempuan dengan mas kawin sedikit atau banyak sedangkan dalam hatinya ia berniat untuk tidak memberikan hak perempuan tersebut (mas kawinnya) kepadanya. maka ia telah menipunya, kemudian jika ia meninggal dunia, sedang ia belum memberi hak perempuan tadi kepadanya maka ia akan menjumpai Allah pada hari Kiamat nanti dalam keadaan berzina." - Nabi SAW bersabda yang
bermaksud
"Sesungguhnya yang termasuk golongan mukmin yang paling sempuma imannya ialah mereka yang baik budi pekertinya dan mereka yang lebih halus dalam mempergauli keluarganya (isteri anak-anak dan kaum kerabatnya). " - Nabi SAW bersabda yang
bermaksud :
"Orang-orang yang terbaik dan kamu sekalian ialah mereka yang lebih baik dan kamu dalam mempergauli keluarganya dan saya adalah orang yang terbaik dari kamu sekalian dalam mempergauli keluargaku." (Riwayat lbnu Asakir) - Diceritakan dari Nabi SAW bahwa
baginda bersabda yang bermaksud:
"Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang dibenkan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya." ( Cobaan ke alas Nabi Ayub ada empat hal: Habis harta bendanya., Meninggal dunia semua anaknya.,Hancur badannya., Dijauhi oleh manusia kecuali isterinya benama Rahmah )
" Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiah isteri Firaun". - Al Habib Abdullah Al Haddad
berkata:
"seorang laki-laki yang sempurna adalah dia yang mempermudah dalam kewajiban-kewajiban kepadanya dan tidak mempermudah dalam kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Dan seorang laki-laki yang kurang ialah dia yang bersifat sebaliknya."
Maksud dan penjelasan ini ialah seorang suami yang bersikap sudi memaafkan jika isterinya tidak menghias dirinya dan tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi ia bersikap tegas jika isterinya tidak melakukan sholat atau puasa dan lain-lain, itulah suami yang sempurna. Dan seorang suami yang bersikap keras jika isterinya tidak menghias dirinya atau tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi bersikap acuh tak acuh (dingin) jika isteri meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada Allah seperti sholat, puasa dan lain-lain, dia seorang suami yang kurang. - Dianjurkan bagi seorang suami memperhatikan isterinya (dan mengingatkannya dengan nada yang lembut/halus) dan menafkahinya sesuai kemampuannya dan berlaku tabah (jika disakiti oleh isterinya) dan bersikap halus kepadanya dan mengarahkannya ke jalan yang baik dan mengajamya hukum-hukum agama yang perlu diketahui olehnya seperti bersuci, haid dan ibadah-ibadah yang wajib atau yang sunat.
- Allah Taala berfirman yang
bermaksud:
'Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu dan ahli keluargamu dari api Neraka." (At Tahrim : 6)
Ibnu Abbas berkata:
"Berilah pengetahuan agama kepada mereka dan berilah pelajaran budi pekerti yang bagus kepada mereka."
Dan Ibnu Umar dari Nabi SAW bahwa baginda bersabda: 'Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang memimpin manusia adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab at,is rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya. Ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan bertanggung jawab alas keluarganya. Seorang hamba adalah pemimpin dalam mengurus harta tuannya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Seorang laki-laki itu adalah pemimpin dalam mengurusi harta ayahnya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Jadi setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap kamu harus bertanggung jawab alas yang dipimpinnya." (Muttallaq 'alai ) - Nabi SAW bersabda yang bermaksud: "Takutlah kepada Allah dalam memimpin isteri-istrimu , karena sesungguhnya mereka adalah amanah yang berada disampingmu, barangsiapa tidak memerintahkan sholat kepada isterinya dan tidak mengajarkan agama kepadanya, maka ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya."
- Allah Taala berfirman yang
bermaksud:
"Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat." (Thaha:132) - Diceritakan dan Nabi SAW bahwa baginda bersabda yang bernaksud: "Tidak ada seseorang yang menjumpai Allah swt dengan membawa dosa yang lebih besar daripada seorang suami yang tidak sanggup mendidik keluarganya."
II. Kisah Keteladanan Rasulullah Dalam Membina Rumah Tangga
Di bawah naungan rumah tangga yang
bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa
ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik
kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami’ Shaghir karya
Al-Albani)
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.
Aisyah radhiyallah ‘anha menuturkan,
“Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Wahai ‘Aisy (panggilan
kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha), Malaikat Jibril ‘alaihissalam tadi
menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan
paling tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal
berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal
mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa.
Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping
suaminya.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan,
“Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku
kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau meminumnya dari mulut gelas
tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas
beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku
memakannya.” (HR. Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
tidaklah seperti yang diduga oleh kaum munafikin atau seperti yang dituduhkan
kaum orientalis dengan tuduhan-tuduhan palsu dan pengakuan-pengakuan bathil.
Bahkan beliau shallallahu
‘alaihi wasallam lebih memilih etika berumah tangga yang paling
elok dan sederhana.
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
bahwa ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium salah seorang istri
beliau, kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharui wudhu’.” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi)
Dalam berbagai kesempatan, beliau
selalu menjelaskan dengan gamblang tingginya kedudukan kaum wanita di sisi
beliau. Mereka kaum hawa memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjawab pertanyaan ‘Amr bin
Al-’Ash radhiyallah
‘anhu seputar masalah ini, beliau jelaskan kepadanya bahwa
mencintai istri bukanlah suatu hal yang tabu bagi seorang lelaki yang normal.
Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu pernah
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapakah orang yang paling
engkau cintai?” beliau menjawab, “‘Aisyah!” (Muttafaq ‘alaih)
Barangsiapa yang mengidamkan
kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan kisah- kisah
‘Aisyah
radhiyallah ‘anha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membahagiakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
ia berkata, “Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah tidak melewatkan
kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan
menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.
Aisyah radhiyallah ‘anha mengisahkan,
Pada suatu ketika aku ikut bersama
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang
gadis yang ramping. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar
bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau
berkata kepadaku, “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya
dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku
sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu.
Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat
mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata, “Inilah penebus kekalahan yang
lalu!” (HR. Ahmad)
Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan
yang sangat lembut dan sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan
rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang
istri dengan mengajaknya berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan
yang lalu dengan yang baru, beliau berkata, “Inilah penebus kekalahan yang
lalu!”
Bagi mereka yang sering bepergian
melanglang buana serta memperhatikan keadaan orang-orang yang terpandang pada
tiap-tiap kaum, pasti akan takjub terhadap perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia, pemimpin yang
selalu berjaya, keturunan terhormat suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada
saat-saat kejayaan, beliau kembali dari sebuah peperangan dengan membawa
kemenangan bersama rombongan pasukan besar. Meskipun demikian, beliau tetap
seorang yang penuh kasih sayang dan rendah hati terhadap istri-istri beliau
para Ummahaatul Mukiminin radhiyallah ‘anhun. Kedudukan beliau sebagai pemimpin
pasukan, perjalanan panjang yang ditempuh, serta kemenangan demi kemenangan
yang diraih di medan pertempuran, tidak membuat beliau lupa bahwa beliau
didampingi para istri-istri kaum hawa yang lemah yang sangat membutuhkan
sentuhan lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat perjalanan
yang sangat meletihkan.
Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari peperangan
Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu ‘anha. Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi
untuk melindungi Shafiyyah radhiyallah ‘anha dari pandangan orang. Kemudian beliau
duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah radhiyallah ‘anha untuk
naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.
Pemandangan seperti ini memberikan
kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus-
memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri,
mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah,
membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.
III. Tips Membina Rumah Tangga Sakinah Mawadah Warahmah
1.Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya):
"Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang." (Ar Ra'd:28)
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:
أَسْتَغْفِرُالله ,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata'ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
2.Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
"Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata'ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan)." (Muttafaqun 'alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya):
"Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang." (Ar Ra'd:28)
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:
أَسْتَغْفِرُالله ,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata'ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
2.Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
"Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata'ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan)." (Muttafaqun 'alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
IV. Peran Suami dan Isteri dalam Rumah Tangga
Pemilihan isteri dengan baik tidaklah melepaskan kita dari tanggungjawab terhadapnya setelah kita bernikah. Malahan, tanggung jawab dengan utama dimulai "right at the first moment" setelah pernikahan. Beberapa tanggung jawab itu diantaranya:
1. Kita harus selalu bersikap baik terhadap isteri dan bergaul degannya dengann pergaulan dengan mesra. Dengann cara ini diharapkan akan tumbuh rasa saling percaya di antara kita dan pasangan hidup kita. Sabda Rasulullah SAW "Orang dengan terbaik diantara kalian adalah orang dengan paling berlaku baik terhadap isterinya dan akulah dengan terbaik (diantara kalian) terhadap keluargaku." (HR Tirmidzi)
Kita juga harus melaksanakan sabda Rasulullah SAW: "Mukmin dengan paling sempurna imannya adalah mukmin dengan paling baik akhlaknya dan mukmin dengan paling lemah lembut terhadap isterinya." (HR Tirmidzi)
2. Hubungan kita dengan isteri tidaklah terbatas pada hubungan syahwat saja. Hubungan kita dengann isteri seharusnya boleh mewujudkan kesamaan pemahaman. Pasangan Muslim seharusnya spend time untuk bersama-sama membaca, beribadah, mengurusi pekerjaan rumah tangga, dan bercengkrama (bersenda gurau). Dalam masalah ibadah Allah telah berfirman dengan bermaksud "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan solat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah dengan memberi rezki kepadamu. Dan akibat dengan baik itu adalah orang-orang dengan bertidakwa." (QS 20:132)
"Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang dengan diredhai di sisi Tuhannya." (QS19:55) Dalam hal hubungan dengan mesra dengann isteri, kita tahu bahwa Rasulullah s.a.w. biasa mengajak isteri beliau, Aisha r.a, untuk berlumba lari Rasulullah s.a.w pun biasa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah (membantu meringankan isteri beliau), bahkan dengann menjahit sepatu.
Pemilihan isteri dengan baik tidaklah melepaskan kita dari tanggungjawab terhadapnya setelah kita bernikah. Malahan, tanggung jawab dengan utama dimulai "right at the first moment" setelah pernikahan. Beberapa tanggung jawab itu diantaranya:
1. Kita harus selalu bersikap baik terhadap isteri dan bergaul degannya dengann pergaulan dengan mesra. Dengann cara ini diharapkan akan tumbuh rasa saling percaya di antara kita dan pasangan hidup kita. Sabda Rasulullah SAW "Orang dengan terbaik diantara kalian adalah orang dengan paling berlaku baik terhadap isterinya dan akulah dengan terbaik (diantara kalian) terhadap keluargaku." (HR Tirmidzi)
Kita juga harus melaksanakan sabda Rasulullah SAW: "Mukmin dengan paling sempurna imannya adalah mukmin dengan paling baik akhlaknya dan mukmin dengan paling lemah lembut terhadap isterinya." (HR Tirmidzi)
2. Hubungan kita dengan isteri tidaklah terbatas pada hubungan syahwat saja. Hubungan kita dengann isteri seharusnya boleh mewujudkan kesamaan pemahaman. Pasangan Muslim seharusnya spend time untuk bersama-sama membaca, beribadah, mengurusi pekerjaan rumah tangga, dan bercengkrama (bersenda gurau). Dalam masalah ibadah Allah telah berfirman dengan bermaksud "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan solat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah dengan memberi rezki kepadamu. Dan akibat dengan baik itu adalah orang-orang dengan bertidakwa." (QS 20:132)
"Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang dengan diredhai di sisi Tuhannya." (QS19:55) Dalam hal hubungan dengan mesra dengann isteri, kita tahu bahwa Rasulullah s.a.w. biasa mengajak isteri beliau, Aisha r.a, untuk berlumba lari Rasulullah s.a.w pun biasa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah (membantu meringankan isteri beliau), bahkan dengann menjahit sepatu.
3. Hubungan kita dengan isteri haruslah
dalam batas syariah Islam. Kita tidak boleh melanggar syariah Islam,
menjatuhkan nama Islam, atau melanggar hal-hal dengan diharamkan oleh Allah.
Sabda Rasulullah s.a.w."Celakalah lelaki dengan menjadi hamba
istrinya." (Al-Firdausi) “Sesungguhnya, keberhasilan dalam memilih
pasangan dengan soleh/solehah dan keberhasilan dalam pernikahan sesuai dengann
Islam akan banyak menolong dalam usaha-usaha mendidik anak dengann tarbiyah
Islamiyah dengan diharapkan.
Kegagalan dalam membina rumah tangga menurut cara dengan Islami dan kesalahan memilih pasangan hidup boleh menyebabkan keruntuhan dan berlakunya keburukan dengan menguasai keluarga secara keseluruhan.
Pertengkaran dengan terjadi dalam kehidupan suami isteri secara langsung mempengaruhi pendidikan dan kejiwaan anak. Karena itu, tanggung jawab kita dengan pertama dalam pendidikan anak-anak kita adalah membangunkan pernikahan dengan Islami (seperti dengan ditunjukkan oleh Islam).
Kegagalan dalam membina rumah tangga menurut cara dengan Islami dan kesalahan memilih pasangan hidup boleh menyebabkan keruntuhan dan berlakunya keburukan dengan menguasai keluarga secara keseluruhan.
Pertengkaran dengan terjadi dalam kehidupan suami isteri secara langsung mempengaruhi pendidikan dan kejiwaan anak. Karena itu, tanggung jawab kita dengan pertama dalam pendidikan anak-anak kita adalah membangunkan pernikahan dengan Islami (seperti dengan ditunjukkan oleh Islam).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Sejalan dengan itu
dibutuhkan relasi yang jelas antara suami dan istri, dan tidak bisa
disama-ratakan tugas dan wewenangnya. Suami berhak menuntut hak-haknya, seperti
dilayani istri dengan baik. Sebaliknya, suami memiliki kewajiban untuk mendidik
istri dan anak-anaknya, memberikan nafkah yang layak dan memperlakukan mereka
dengan cara yang makruf.
Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 19).
Sampai kapanpun rumah tangga orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama ini juga tidak lepas dari masalah perselisihan pertengkaran dan kemarahan. Namun berbeda dengan orang-orang yang tidak mengerti agama orang yang memiliki keutamaan dalam agama tidak membiarkan setan menyetir hingga menjerumuskannya kepada apa yang disenangi oleh setan. Bahkan mereka berlindung kepada Allah dari godaan setan berusaha memperbaiki perkara mereka menyatukan kembali kebersamaan mereka dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Pada hakikatnya hasil dengan diharapkan dari terbinanya sebuah rumah tangga Islam adalah terwujudnya satu generasi dengan sholeh, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah : "Dan orang-orang dengan berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang dengan bertidakwa." (QS 25:74)
Anak-anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak berdosa). Bila anak kita mendapatkan tarbiyah dengan baik dia akan menjadi anak yang sholeh. Namun bila anak dibesarkan di tengah-tengah ibu bapak dengan sering bertengkar atau ibu bapak dengan keluar dari landasan Islam, anak itu akan demikian juga. Rasulullah SAW telah bersabda: "Anak-anak itu lahir dalam keadaan fitrah, adalah ibu bapaknya dengan menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim).
Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 19).
Sampai kapanpun rumah tangga orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama ini juga tidak lepas dari masalah perselisihan pertengkaran dan kemarahan. Namun berbeda dengan orang-orang yang tidak mengerti agama orang yang memiliki keutamaan dalam agama tidak membiarkan setan menyetir hingga menjerumuskannya kepada apa yang disenangi oleh setan. Bahkan mereka berlindung kepada Allah dari godaan setan berusaha memperbaiki perkara mereka menyatukan kembali kebersamaan mereka dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Pada hakikatnya hasil dengan diharapkan dari terbinanya sebuah rumah tangga Islam adalah terwujudnya satu generasi dengan sholeh, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah : "Dan orang-orang dengan berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang dengan bertidakwa." (QS 25:74)
Anak-anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak berdosa). Bila anak kita mendapatkan tarbiyah dengan baik dia akan menjadi anak yang sholeh. Namun bila anak dibesarkan di tengah-tengah ibu bapak dengan sering bertengkar atau ibu bapak dengan keluar dari landasan Islam, anak itu akan demikian juga. Rasulullah SAW telah bersabda: "Anak-anak itu lahir dalam keadaan fitrah, adalah ibu bapaknya dengan menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim).
DAFTAR PUSTAKA
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar