. ASUHAN
KEBIDANAN IV (PATOLOGI)
Dosen Pengampu : Hj. Masruroh, S.SiT.
MKes
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan IV (Patologi) Penyakit yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan
‘ TB Paru, Jantung, Asma, DM dan Ginjal ’
Disusun oleh :
1. Nurul Istiq
Fitriyah III B / AKU.11.039
2. Rina III B / AKU.11.045
3. Siti Faizah III B / AKU.11.0
AKADEMI KEBIDANAN UNISKA
KENDAL
Jalan Soekarno-Hatta No
99 Telp (0294) 381299
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ASUHAN KEBIDANAN IV (PATOLOGI).
Penyusun
berharap tulisan ini bisa memberikan wawasan luas untuk memahami tentang Asuhan
Kebidanan IV ( Patologi) kelainan dalam lamanya kehamilan mengenai ‘ TB Paru, Jantung, Asma, DM dan Ginjal ’. Kami berharap supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memahami serta mendapat pengetahuan yang lebih
baik, sebagaimana isi yang ada dalam makalah ini, sehingga dapat
diaplikasikan untuk mengembangkan
kompetensi dalam bidang kebidanan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat sangat membangun, penulis
mengharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga tulisan ini bermanfaat
bagi kita semua.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu penyusunan tulisan ini. Semoga Allah SWT memberkati
kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................
C. Tujuan.......................................................................................
D. Manfaat.....................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................
A.
TB Paru.....................................................................................
B.
Jantung.....................................................................................
C.
Asma.........................................................................................
D.
Diabetes Melitus.......................................................................
E.
Ginjal.........................................................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................
B. Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sampai saat ini, masih banyak penyakit yang menyertai
kehamilan. Banyak penyakit yang baru muncul ketika seorang wanita mengalami
kehamilan. Misalnya saja hipertensi, hiperemesis gravidarum, dan sebagainya.
Selain itu, penyakit yang memang sudah diderita oleh wanita hamil sejak sebelum
hamil, bisa saja memperparah kondisi ibu yang dapat berdampak buruk pada
kehamilannya.
Kehamilan yang mana ibunya menderita penyakit
pastilah tidak sama penanganan atau kadang terdapat perbedaan asuhan yang akan
diberikan. Dalam pemberian obat kita harus bisa menghilangkan atau meminimalkan
efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang diberikan. Karena seperti yang
kita ketahui kebanyakan obet dapat memberikan efek teratogenik yang dapat menyebabkan
kematian janin. Olehnya itu kita harus bisa mengetahui apa obat yang cock untuk
ibu yang tidak membahayakan anaknya. Sehingga dengan penanganan yang tepat
penyakit yang menyertai kehamilan dapat meminimalkan efek pada keadaan ibu dan
janin.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Penyakit apa sajayang menyertai kehamilan ?
2.
Bagaimana mengatasi penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan ?
C.
TUJUAN
1.
Kita mengetahui penyakit apa saja yang menyertai kehamilan
2.
Kita mengetahui bagaimana cara mengatasi penyakit yang menyertai kehamilan,
sehingga kita bisa meminimalkan dampak yang akan muncul
D.
MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memberikan gambaran tentang
penyakit yang
menyertai kehamilan
2. Sebagai bahan masukan untuk
memperluas dan memperdalam pemahaman tentang penyakit yang menyertai kehamilan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TB PARU
1.
Frekuensi
Diperkirakan
1,6% wanita hamil menderita TB Paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarto (1945).
2.
Diagnosis
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap
cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.
Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa
lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan
sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal,
suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau
kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
3.
Penanganan
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru
sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified
protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto
dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada
penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat
diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada
janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular
penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
4.
Penatalaksanaan
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan
yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan
kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan
yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk,
bersin dan tertawa.
Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil,
kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti
dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu
mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk
menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi
kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan,
efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
5.
Terapi
1) Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat
ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala
hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu
–perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk
sementara obat harus segera dihentikan.
2) Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini
dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping
dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3) Streptomycin 1gr/hari. Obat ini
harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan
trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan
(ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita
karena harus disuntikan setiap hari.
4) Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik
sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada
binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I
kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG.
B. JANTUNG
1. Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk
kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi
mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta,
insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta,
penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
2. Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung
hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau
hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.
3. Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan
zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi
melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga
jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi
perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas
fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena:
1) Hidrenia (Hipervolemia), dimulai
sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
2) Uterus gravidus yang makin lama
makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga
pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
4. Manifestasi
Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan
kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat
badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena
jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda
ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat
penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu:
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu:
1) Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi
perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan
kebutuhan jantung maksimum
2) Saat persalinan. Setiap kontraksi
uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20%
dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali
ke jantung.
3) Setelah melahirkan bayi dan
plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya
darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke
sirkulasi sistemik.
4. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
4. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi
perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar paru dan tidak hilang
seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
5. Pemeriksaan
Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan
pemeriksaan :
1) EKG untuk mengetahui kelainan irama
dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia,
infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
2) Ekokardigrafi. Meteode yang aman,
cepat dan terpercaya untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik,
katup, dan peri kardium
3) Pemeriksaan Radiologi dihindari
dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi
perlindung diabdomen dan pelvis.
6. Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis
ditegakkan bila ada satu dari criteria:
1) Bising diastolic, presistolik, atau bising
jantung terus menerus
2) Pembesaran jantung yang jelas
3) Bising sistolik yang nyaring, terutama
bila disertai thrill
4) Arimia berat
Pada wanita hamil yang tidak
menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila
terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih
tinggi dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan:
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan:
1) Kelas I
a. Tanpa pembatasan kegiatan fisik
b. Tanpa gejala penyakit jantung pada
kegiatan biasa.
2) Kelas II
a. Sedikit pembatasan kegiatan fisik
b. Saat istirahat tidak ada keluhan
c. Pada kegiatan fisik biasa timbul
gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi
cordis), sesak nafas atau angina pectoris
3) Kelas III
a. Banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik
b. Saat istirahat tidak ada keluhan
c. Pada aktifitas fisik ringan sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
4) Kelas IV
Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
7. Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif,
edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
8. Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli
penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup
mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan
deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan
after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu:
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu:
1) Kelas I
Tidak
memerlukan pengobatan tambahan
2) Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya
harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu.
Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran.
Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra
indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui
3) .Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu
dapat diberikan diuretic
4) Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan
pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum.
Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya
decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.
C. ASMA
1. Etiologi
Asma Bronkiale merupakan salah satu
penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita,
bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama
dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada
akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
2. Komplikasi
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung
dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen
atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan
berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature dan
gangguan petumbuhan janin.
3. Manifestasi
Klinis
Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat
alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita
selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita
mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat
ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
4. Penatalaksanaan
1) mencegah timbulnya stress
2) Menghindari factor resiko/pencetus
yang sudah diketahui secara intensif
3) Mencegah penggunaan obat seperti
aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4) Pada asma yang ringan dapat
digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
5) Pada keadaan lebih berat penderita
harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1atau lebih dari obat
dibawah ini
a. Epinefrin yang telah dilarutkan
(1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b. Isoproterenol (1:100) berupa
inhalasi 3-7 hari
c. Oksigen
d. Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam
infus glukosa 5 %
e. Hidrokortison 260-1000 mg IV
pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari penggunaan obat-obat yang
mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan
antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara
spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC
atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik
yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang
tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi
mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti
asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam
ASI sangat kecil.
D. DIABETES
MELITUS
1. Etiologi
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi
karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi
atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup
pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui
saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin
dan karbohidrat yang meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan
untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada
janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu.
Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi
oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta
laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang
relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
2. Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat
dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko
berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa
sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari
4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
3. Klasifikasi
1) Tidak tergantung insulin (TTI) –
Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak
memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2) Tergantung insulin (TI) – Insulin
dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam
mengembalikan kadar gula darah.
4. Komplikasi
Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
5. Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia,
yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120
mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar
glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien
memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu
sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat
hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek
teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I
diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB
sekitar 10-12 kg.
6. Penatalaksanaan
Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan
DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir
minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin
terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada
umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan
diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin
(normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan
amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu).
Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan
baisanya memerlukan insulin.
E. GINJAL
1. Etiologi
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan
fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan
gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.perubahan
natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada
ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah
melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah
letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi
otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih
karena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis
dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada
kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior.
Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung
kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung
kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
2. Perubahan
Fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran
plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration
Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai
normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin
serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll
dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, penyakit yang menyertai kehamilan itu diantaranya
adalah penyakit jantung, ginjal, tbc paru, asma, dan diabetes mellitus. Semua
penyakit ini memberikan dampak pada kehamilan sehingga semua penyakit harus
bisa ditangani dengan baik sehingga dampak yang ada tidak besar atau minimal
atau bahkan tidak ada dampak yang ditimbulkan pada kehamilan baik itu pada ibu
maupun pada janin.
Selain itu, dalam penangan penyakit-penyakit ini harus diperhatikan dalam
pemberian obat-obatan. Karena dengan pemberian obat-obatan yang salah dapat
memberikan efek terutama kepada sang janin. Sehingga kita harus mengetahui
jenis obat-obatan yang boleh diberikan kepada ibu hamil dan juga yang tidak
boleh diberikan pada ibu hamil. Jangan sampai kita bermaksud memberikan
pengobatan untuk kesembuhan tapi malah menyebabkan efek teratogenik pada janin.
B.SARAN
B.SARAN
Sebagai
saran kami, sebagai penolong persalinan kita harus bisa mendeteksi secara dini
penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan
resiko cacat atau kematian janin. Kita harus bisa megetahui penanganan yang
tepat atau pengobatan yang aman buat kehamilan ibu sehingga persalinan dapat
berjalan secara fisiologi. Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan
diri selama hamil sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.
.
DAFTAR PUSTAKA
http://zainalabidin-stikes.blogspot.com/ diunduh tanggal 23 September 2012 pukul 11.11 WIB
Nugraheny,
Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
Sarwono
prawirohardjo, ilmu kebidanan, jakrta: 2009, PT bina pustaka sarwono rahardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar